Panas dan Polusi bikin Emosi
Akhir-akhir ini, cuaca panas di
siang hari membuat malas keluar. Masih mengintip teriknya matahari saja sudah
membuat mood turun drastis meski hanya untuk ke warung depan rumah. Iya nggak?
Apalagi cuaca ekstrim begitu
masih ditambah dengan asap kendaraan bermotor yang berlomba-lomba untuk cepat
sampai pada tujuannya. Waduh semakin menjadi alasan tepat untuk urung membelah
jalanan kalau nggak ada urusan penting-penting amat. Inilah kondisi di kampung
halaman saya, Gresik. Sebuah kota kecil yang memiliki julukan sebagai kota industri,
karena banyaknya kegiatan industri yang menjadi penopang perekonomiannya, dari industri
skala rumah tangga hingga nasional.
Tak jarang, industri-industri besar
tersebut membuang limbah industrinya yang berupa asap abu-abu itu bebas ke
udara dan terhirup oleh warga disekitarnya. Kami menyebutnya dengan istilah ‘kentut’.
Bau amoniak yang menyengat sontak mendominasi susunan gas yang kami hirup untuk
bernapas. Untung saja kondisi ini tak bertahan lama karena beberapa menit
kemudian baunya hilang menguap bersama angin. Namun tentu saja kejadian
beberapa menit tersebut terasa mengganggu.
Kondisi ini tak ubahnya seperti
kondisi udara di kota-kota besar seperti Surabaya, ibukota propinsi Jawa Timur
yang merupakan tetangga dekat kami. Sama halnya dengan DKI Jakarta yang kabarnya
juga mengalami penurunan kualitas udara (16/12/2023) pagi kemarin. Hal ini diketahui
dari situs pemantau kualitas udara IQAir. Indeks Kualitas Udara (AQI) di
Jakarta berada di angka 92 atau masuk dalam kategori sedang dengan angka
partikel halus (particulate matter/PM) 2.5. Dengan demikian, Jakarta tercatat sebagai
kota dengan kualitas udara peringkat ke-22 terburuk di dunia. Hasil tersebut
berbeda tipis dengan pantauan dari Sistem Informasi Lingkungan dan Kebersihan
Dinas Lingkungan Hidup (DLH ) Provinsi DKI Jakarta yang menyebutkan bahwa
kualitas udara di Jakarta secara keseluruhan berada pada kategori sedang dengan
indeks angka 91. Tingkat kualitas udara tersebut dijelaskan tidak berpengaruh
pada kesehatan manusia ataupun hewan, tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang
sensitif, dan nilai estetika. Dan ternyata penyumbang terbesar polusi udara
akut tersebut menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) adalah dari
gas buang kendaraan bermotor, yaitu sebesar 96,36%! Wah!
Kualitas Udara di Surabaya, Kota Tetangga
Kembali lagi ke Surabaya. Jadi kabarnya Surabaya merupakan
salah satu kota dengan tingkat kualitas udara berkategori baik. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jatim, Jempin Marbun, bahwa berdasarkan
data real time Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) per 18 Agustus 2023, nilai Kota Surabaya adalah 34. Yang
berarti masuk dalam kategori baik seperti dalam ketentuan KLHK, di mana ISPU 0-50 adalah kategori baik, 51-100 adalah kategori sedang, 101-200 kategori
berat, dan 201-300 adalah sangat tidak sehat.
Maka dari itu untuk mempertahankan, bahkan meningkatkan
kualitas udaranya, pemerintah Kota Surabaya terus berbenah agar kondisi
benar-benar semakin baik. Karena faktanya, hasil pantauan dari situs kualitas
udara IQAir tidak senada dengan hasil ISPU KLHK. Kualitas udara di Surabaya per
17 Desember 2023 dinyatakan mengalami penurunan ke kondisi sedang di angka 63. Titik
lokasi yang memiliki polusi kategori berat pada peta kualitas udara berada di area
Tandes, Surabaya yang tercatat sebesar 127. Silakan cek ke sini ya: https://www.iqair.com/
Berdasarkan studi dari pakar lingkungan dari Institut
Tekonologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS), Arie Dipareza Syafei, secara umum
kualitas udara di Surabaya antara 50% kondisi moderat atau sedang. Menurutnya,
ada 2 kawasan jalan di Surabaya yang dinilai memiliki kualitas udara buruk,
yaitu Kawasan jalan propinsi dan kawasan industri. Hal ini disebabkan karena
tingginya volume kendaraan meskipun banyak pohon dan ruang terbuka hijau.
Berbeda dengan Surabaya Timur yang memiliki kawasan terbuka hijau dan mangrove,
serta beberapa kawasan Surabaya Barat dan Utara.
Sejalan dengan studi pakar lingkungan, Kepala DLH Surabaya
Agus Hebi Djuniantoro mengatakan penyumbang polusi udara di Surabaya kebanyakan
berasal dari kendaraan bermotor, termasuk industri dan limbah buangannya.
Pembakaran sampah pun menjadi salah satu pemicunya. Kenapa kendaraan bermotor?
Karena di Surabaya masih banyak sepeda motor yang menggunakan karburator, yang
mana menurut Dr. Teng Sutrisno, S.T., M.T., selaku Sekretaris Program
Automotive dan Kepala Lab Automotive Petra Christian University (PCU) Surabaya
dapat mengeluarkan Karbon dan Karbonmonoksida yang tinggi penyebab emisi.
Hasil Nyata Upaya Surabaya
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, penyebab terbesar polusi
udara di Surabaya adalah dari sektor transportasi dan industri. Maka tidak
heran, ketika pandemi korona berlangsung, kualitas udara di Surabaya membaik. Kondisi
ini juga terjadi di semua kota besar di Indonesia, yang mana penurunan kegiatan
warga di luar rumah dan kegiatan perdagangan memberi dampak positif bagi
pemulihan kondisi udara. Alam seketika menyembuhkan dirinya. Indeks Standard Pencemar
Udara (ISPU) pun menurun. Alat pengukur kualitas udara yang dipasang di kawasan
perempatan Monumen Kapal Selam (Monkasel) Surabaya menunjukkan ISPU berada di
angka 48 atau dalam kategori baik, padahal sebelumnya rata-rata berada di angka
57 atau berada di kategori sedang.
Kondisi baik tersebut dilanjutkan dengan berbagai upaya pemerintah
untuk lebih memaksimalkan kualitas udaranya. Adapun langkah yang akan dan telah
diambil adalah sebagai berikut:
- Dinas Lingkungan Hidup Jatim terus melakukan pemantauan dan pengecekan prosedur teknis terhadap industri terutama pada pengajuan izin Analisi Dampak Lingkungan (Amdal) sebuah Perusahaan maupun pengawasan reguler secara rutin.
- Mempertahankan penerapan green building,
- Uji emisi kendaraan.
- Memperbanyak pohon dan memperluas ruang terbuka hijau, seperti taman dan hutan kota dan kebun raya mangrove.
- Pemkot akan melakukan pengukuran waktu berhenti di traffic light (lampu lalu lintas) agar tidak terlalu lama dan menyebabkan macet
- Meminta perusahaan-perusahaan di Kota Surabaya untuk melakukan rotasi pegawai untuk berada di pekerjaan yang dekat rumah.
- Menggaungkan budaya naik transportasi umum yang dibarengi dengan meningkatkan fasilitas transportasi umum perkotaan, mulai dari adanya Suroboyo Bus dan Trans Semanggi untuk menjangkau wilayah perkotaan hingga layanan feeder Wira-Wiri untuk menjangkau di kawasan perkampungan.
Kini, upaya Surabaya telah membuahkan hasil. Kota ini
menjadi salah satu daerah yang kualitas udaranya paling baik di Indonesia.
Berdasarkan data indeks kualitas udara (IKU) Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI), Kota Surabaya menduduki urutan pertama
dari 10 daerah lain di Indonesia. Menurut data IKU KLHK RI pada 11 September 2023
lalu, kualitas udara Kota Surabaya menunjukkan skor IKU 23. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kadar polutan di Kota Pahlawan sangat minim.
Aksi Diri Picu Solusi
Berkaca dari keberhasilan Kota Surabaya, setidaknya kita bisa
mengadopsi berbagai langkah baik untuk mengurangi dampak polusi maupun kadar
polusi itu sendiri. Dimulai dari pola hidup kita sendiri.
Adapun beberapa saran untuk pemerintah dan pihak terkait,
seperti industri besar, demi kesehatan dan kenyamanan kita bersama, alternatif upaya
yang dapat dilakukan adalah:
- Memberikan edukasi kepada masyarakat tentang polusi demi meningkatkan kesadaran meminimalisasi penyebabnya.
- Sebagai dukungan bagi digalakkannya
transportasi umum, maka pemerintah dapat memberi insentif baik bagi para pengusaha
maupun pengguna.
- Melakukan uji emisi secara berkelanjutan
- Memperketat perijinan dan pengawasan terhadap industri
yang menyumbangkan polutan
- Memberikan kesempatan lebih besar untuk
menggunakan tenaga kerja dari kawasan terdampak
- Meningkatkan luasan ruang terbuka hijau
- Menerapkan adanya kawasan rendah emisi atau
pembatasan jam kegiatan.
- Mendorong adanya bahan bakar rendah emisi atau
sumber energi yang dapat diperbaharui.
- Memperbaiki pengelolaan limbah dengan kontrol pembuangan
atau zero waste.
- merehabilitasi
hutan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, termasuk program perhutanan sosial
yang melibatkan masyarakat adat dan lokal dalam merawat hutan.
Semoga dengan berbagai upaya tersebut, kadar polusi udara
semakin turun dan kualitas udara kita semakin membaik. Aamiin.
Artikel ini diikutsertakan pada Lomba Menulis Artikel YLKI x KBR 2023
Posting Komentar